Candi Surowono terletak di Kabupaten Kediri. Dalam kitab Negarakertagama nama aslinya adalah Surabhana. Adalagi pendapat lain dari para ahli yakni Bernet Kempers disebut Wisnubhuwanapura. Candi ini merupakan candi pendarmaan yang dibangun untuk Bre Wengker yang meninggal pada 1388. Relief yang terpahat di tubuh candi yakni Arjuna Wiwaha, Sri Tanjung, dan dua panel relief Bubuksah Gagang Aking. Candi ini bernapaskan ajaran Hindhu-Siwa. Kaki candinya terpahatkan relief yang menggabarkan figure makhluk Ghana. Di sekitar candi terdapat batu-batu candi yang belum selesai disusun. Hal ini diperkirakan pembangunan candi belum terselesaikan sepenuhnya karena beberapa sebab. Salah satu penyebabnya yakni banyak masyarakat pada masa itu telah memeluk agama Islam. Candi Surowono dalam reliefnya mencerminkan posisi WIjayarajasa, Pangeran Wengker. Status Wijayarajasa berada di bawah raja. Candi Surowono kini berukuran panjang 14,37 m, dan lebar 8,66 m, sedangkan tingginya adalah 4,72 m. susunan luar terdiri dari batu andesit, sedangkan bagian dalam terdiri dari susunan bata. Dalam Candi Surowono terdapat relief Sri Tanjung.

Kisah Sri Tanjung selain di Candi Surowono,dapat pula dijumpai pada Gapura Bajang Ratu, Teras Pendopo di Candi Penataran, dan Candi Jabung. Kisah Sri Tanjung bertutur tentang Sri Tanjung, cucu permepuan seorang pertapa. Sri Tanjung menikah dengan Sidapaksa, abdi Raja Sulakrama. Raja Sulakrama ingin juga memiliki istri Sri Tanjung yang cantik. Sulakrama mengutus Sidapaksa ke surge Dewa Indra untuk mengantarkan surat yang isinya menyatakan bahwa Sidapaksa akan menyerang surge, dan bahwa Indra harus membunuh Sidapaksa. Sri Tanjung yang tidak tahu apa-apa memberi Sidapaksa pelindung diri yakni anantakusuma. Setalah menyadari isi surat Indra menyuruh Sidapaksa pulang. Setibanya di istana raja Sulakrama, Sidapaksa meragukan kesetiaan istrinya, dan membunuhnya. Sebelum mati, Sri Tanjung mengatakan kepada Sidapaksa bahwa jika darahnya berbau harum maka tandanya Sri Tanjung adalah istri setia. Darah Sri Tanjung ternyata wangi, dan Sidapaksa menyadari kesalahan pahamannya. Sidapaksa telah ditipu oleh Raja yang menginginkan istrinya. Jiwa Sri Tanjung mencapai alam kematian dan menyeberangi sungai dibantu oleh seekor ikan, tapi dia ditolak masuk dan dipulangkan ke rumah kakeknya denga digendong Kalika, pelayan Dewi Durga. Akhirnya Sidapaksa menemukan Sri tanjuung di tempat kakenya, dan mereka bersatu kembali dan hidup bahagia.
Relief Sri Tanjung di Candi Surowono dengan dibaca arah prasawya (berlawanan dengan arah jarum jam)
- Panel 1: Sidapaksa bertemu Sri Tanjung pada malam hari dan jatuh cinta padanya
- Panel 2: Sidapaksa memboyong Sri Tanjung dari rumah pertapaan kakeknya
- Panel 3: Sri Tanjung dan Sidapaksa berpisah, dan Sri Tanjung memberi Sidapaksa anantakusuma untuk keselamatannya
- Panel 4: Sri Tanjung yang telah dibunuh Sidapaksa, berdiri di depan Doraloka, penjaga pintu alam roh, yang tidak mengizinkan dia masuk
- Panel 5: Sidapaksa duduk di tepi sungai menyesali perbutannya membunuh istri yang ternyata setia, karena bau sungai yang terkena darah Sri Tanjung menunjukkan wanginya.
- Panel 6: Sri Tanjung menaiki ikan besar untuk menyeberangi sungai di alam kematian
- Panel 7: Sidapaksa dan seorang perumpuan berdiri di bawah pohon
- Panel 8: Sidapaksa masih menyesali perbuatannya
- Panel 9: Sri Tanjung dipulangkan oleh Kalika
Daftar reverensi
Kieven, Lydia, Menelusuri Panji di Candi-Candi (Jakarta: Kepustakaan Popoler Gramedia, 2017)
Munandar, Agus Aris, Keistimewaan Candi-Candi Zaman Majapahit (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2015)
Drs. R. Soetarno, Aneka Candi Kuno Di Indonesia (Semarang: Dahara Prize 1997)




