Dilema Ekonomi Desa (Suatu pendekatan Ekonomi terhadap Perubahan Kelambagaan di Asia)

Khoirun Nikmah

REVIEW BUKU

Judul               : Dilema Ekonomi Desa (Suatu pendekatan Ekonomi terhadap Perubahan Kelambagaan di Asia)

Penulis             : Yujiro Hayami dan Masao Kikuchi

Penyunting      : Gunawan Wiradi

Penerjemah      : Zahara D. Noer

Isi Buku

  Yujiro Hayami dan Masao Kikuchi salah satu peneliti  asing dari Jepang yang menaruh perhatian besar terhadap perkembangan pedesaan di Indoensia. Kedua peneliti ini melakukan penelitian intensif di 48 desa di Pulau Jawa yang tersebar dari 28 kabupaten. Hayami dan Kikuchi melakukan penelitian intensif di dua desa di Jawa Barat.  Fokus analisa mereka adalah penjelasan perubahan kelembagaan di desa menurut teori ekonomi. Pembahasan utama mereka adalah para petani di Jawa, masalah masalah yang dialami oleh kehidupan petani antara petani dan buruh tani.  Buku ini terdiri dari lima bagian. Bagian pertama membahas mengenai ekonomi dan kelembagaan yang terdiri dari 2 bab yakni suatu pendekatan ekonomi terhadapa komunitas dan kelembagaan dan dinamika perubahan agrarian di Asia. Bagian dua terdiri dari 3 bab membahsa mengenai evolusi kelembagaan agraria di daerah lumbung padi, perjalanan sebuah desa menuju stratifikasi petani, sebuah desa menuju polarisasi. Bagian tiga terdiri dari perubahan agrarian di desa-desa Indonesia yang terdiri dari 3 pembahasan yakni involusi atau evolusi pertanian?, desa yang mengalami stagnasi ekonomi, desa yang mengalami kemajuan ekonomi. Bagian 4 yakni bagian yang terakhir membahas perubahan agraria dalam perspektif tentang prospek penalaah desa.

Buku ini membahas permasalahan desa desa pada tahun 1970-1981. Komunitas desa di Asia telah mengalami perubahan perubahan amat penting. Perbadingan antara tanah-tenaga kerja telah turun begitu cepat disebabkan oleh angka pertambahan penduduk yang meledak. Perubahan perubahan dalam penyediaan sumber dan teknologi yang demikian menimbulkan tekanan yang besar pada pranata pranata desa. Contohnya system bawon trdisional Jawa  yang member peluang kepada semua anota masyarakat dapat turun tangan memanen padi dengan memakai ani ani dan rima bagian tertentu dari hasilnya telah digantikan oleh system tebasan , dimana petani menjual padi yang masih tegak disawah kepada para pedagang yang memperkerjakan sejumlah warga untuk memanen dengan sabit yang dibayar dengan upah tertentu. Desa di Asia terdiri dari rumah tangga petani dengan kegiatan produksi, konsumsi dan investasi sebagai hasil keputusan keluarga secara bersama. Komunitas desa mengatur kegiatan ekonomi petani dengan mengadakan koordinasi dalam pemakaian sumber sumber daya yang langka melalui adat kebiasaan dan kelembagaan. Orang desa hidup bersama didalm suatu lokasi yang sama dan harus bekerja sama pula dengan berbagai cara demi keamanan dan kelangsungan hidup mereka. Seorang pemilik tanah tidak hanya mernerima bagian sewa untuk tanah yang disumbangkan dalam proses produksi dan member kredit untuk keperluan produksi dan konsumsi. Si penyewa membalasnya dengan kesetiaan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk membantu dirumah majikan klo ada pesta. Hubungan seperti ini oleh ahli sosiologi dan antropologi disebut sebagai hubungan anatara bapak dan anak buah (patron client relationship) .

Menurut Hayami dan Kikuchi, kekutan utama yang medorog perubahan pada struktur agraris di Negara Negara yang sedang berkembang di Asia adalah tekanan penduduk yang kuat terhadap tanah. Evolusi kelembagaan dapat dilihat sebagai akibat perjuangan diantara berbagai kelompok di dalam komunitas yang berusaha mendapatkan alokasi sumber daya yang lebih efisien dan untuk memantapkan tututtan terhadapa bagian pedapatan yang lebih besar dalam menanggapi perubahan perubahan ekonomi. Penegmbangan varietas modern dilaksanakan oleh IRRI yakni International Rice Research Institute dan Central for Corn and Wheat Improvement (CIMMYI).  Peningkatan kesuburan tanah masih belum cukup untuk mengatasi tekanan penduduk yang begitu besar. Akibatnya produktivitas marjinal buruh pertanian tidak meningkat sebaliknya menurun di berbagai daerah. Kekuasaan kekuasaan ekonomi yang sedang bekerja di pedesaan di Asia menyebabkan struktur struktur agrarian. Tekanan penduduk yang kuat mengakibatkan ketimpanga dalam distribusi kekayaan dan pendapatan , dan bahwa komunitas pedesaan menuju polarisasi atau stratifikasi petani. Perubahn akan hal itu tergantung pada kelembagaa ekonomi, kebijakan pemerintah, struktur kekuasaan dan lingkungan lembaga dasar pada komunitas desa. Arah perubahan agraria akan ditentukan melalui suatu proses interaksi social yang komplek.

System panen yang secara tradisional dijalankan di wilayah Pantai dinamakan system hunusan. Hunusan adalah suatu bentuk kontrak yang bilaman seorang petani menentukan hari panen , memungkinkan setiap orang ikut serta dalam panen dan perontokan. Cara penyakapan sebelum land reform adalah bahwa hasil dibagi setengah setengah antara tuan taah dan penyakap sesudah dikurangi dengan bagian dari orag yang ikut panen. Diwilay pantai hubungan paternalistic antara tuan tanah dan penyakap sangat maju, para tuan tanah sangat mempercayai kejujura penyakapnya untuk laporan mereka mengenai tanaman yang dipanen.

Land reform ikut mengurangi bagian pendapat yang dihasilkan di dalam komunitas desa yang mengalir keluar untuk para tuan tanah yang berada di luar desa. Pembaharuan tentang tanah mempunyai andil menaikkan pedapatan desa dan mengurangi perbedaan antara perkotaan dan pedesaan. Ketidaksamaan di dalam komunitas desa bertamabah karena penyakapan yang lebih besar adalah mereka yang mempunyai keuntungan besar dan tidak ada keuntungan tambahan yang diperoleh buruh tani yang tidak memiliki tanah. Penelitian di desa Laguna Timur menunjukkan struktur stratifikasi petani. Mulanya desa yang diteliti terdiri dari petani penggarap bagi hasil yang boleh dikatakan homogeny. Tekanan penduduk yang keras terhadap tanah mengakibatkan sangat meningkatkan jumlah pekerja yang tidak memiliki tanah yang membentuk lapisan yang lebih rendah dalam komunitas desa. Permintaan akan ternaga kerja akan meningkat degan adanya intensifikasi pertanian padi yang diakibatkan oleh perbaikan system irigasi da penyebaran teknologi bibit pupuk. Kelambanan social dan di pihak lain kerena peraturan land reform, sewa yang sebenarnya dibayarkan kepada tuan tanah secara ekonomi telah diambil oleh para penyakap, terutama mereka yang beralih dari penggarapan bagi hasil mejadi penyewa kontrak karena penerapan land reform. Jadi kesenjangan pendapatan antara petani penyakap dan tenaga kerja yang tidak memiliki tanah bertambah lebar.

Involusi pertanian disebabkan beberapa faktor antara lain ledakan penduduk, seperti penduduk Jawa telah bertambah pesat sejak permulaan abad ke duapuluh , jumlah ini menjadi tiga kali lipat sejak tahun 1900 da dua kali lipat sejak tahun 1930. Pertumbuhan penduduk tidak diikuti oleh pertumbuhan ekonomi modern. Mayoritas penduduk tetap berada di di sektor pedesaan dan penduduk pedesaan yang tetap bertambah ini , dengan  keras menekan sumber sumber daya tanah yang terbatas. Pemakaian tanah pertanian sudah lama melampaui titik dimana berlanjutnya perluasan tanah yang diusahakan benar benar membahayakan keseimbangan ekologis. Tekanan penduduk yang keras mengakibatkan bertambahnya pembagian bidang tanah menjadi tanah tanah penguasaan yang kecil, terbentuknya kelas pekerja yang tidak memiliki tanah , terjatuhnya orang orang kedalam hutang yang lebih luas. Jadi involusi pertanian yakni penanaman padi disawah , dengan kesanggupan yang luar biasa untuk mejaga tingkat produktivitas tenaga kerja yang marjinal dengan selalu dapat mengatur tambahan tenaga seorang lagi tanpa benar benar mengurangi pendapatan per kapita , telah hampir menyerap tambahan penduduk yang telah dimunculkan oleh campur tangan orang Barat sekurang kurangnya secara tidak langsung.

Keadaan di Jawa berbeda yang terjadi di Filipina, mayoritas petani tetap menjadi pemilik pengelola tanah berukuran kecil. Desa desa di Jawa memperlihatkan penampilannya sebagai suatu masyarakat yang homogeny, karena ikatan norma norma tradisional. Pola khas organisasi agraris di Jawa disebabkan oleh politik kolonial Belanda. Mennurut undang undang agrarian , para penguasa perkebunan asing hanya memperoleh tanah atas dasar sewa, baik tanah pemerintah yang tidak ditanami dengan sewa jangka panjang maupun penduduk dengan sewa jangka pendek. Perkebunan yang didasarkan atas kontrak sewa jangka panjang untuk tanah yang tidak dipakai pemerintah , ditanami oleh tanaman tahunan seperti kopi, teh, tebu, labu dan tanah yang didasarkan atas kontrak sewa jangka pendek ditanami dengan tanaman tahunan seperti tebu dan tembakau.

Masa Indonesia merdeka , undang undang kolonial mengenai tanah diganti dengan serangkaian undang undang baru yang diundangkan tahun 1960. Di antara undang undang tersebut Undang Undang Pokok Agraria menghapuskan hak hak kepemilikan dualitas yang mencoba untuk menempatkan kepentingan modal Belanda dalam kerangka social komunitas desa asli. Undang undang yang baru telah meggantikan suatu peraturan tunggal berdasarka hokum adat Indoesia yang dibersihkan dari unsure feodal dan kapitalisme. Undag undang baru ini memenuhi persyaratan hukum asli dalam berbagai hasil . Undang undang agraria tahun 1960 tidak bermaksud untuk membuka pintu guna penambahan tanah pribadi. Undang undang ini bertujuan untuk membagi bagikan tanah demi kebebasan petani. Pemilik tanah guntai (absentee) dilarang dan batas maksimum untuk perorangan ditentukan menurut padatnya penduduk.

Desa yang mengalami tekanan penduduk dengan stagnasi teknologi megakibatkan proses tumbuhnya kemelaratan dan ketidaksamaan. Tetapi ada juga desa yang mengalami kemajuan teknologi berdasarkan peninkatan hasil pada perhektar yang berarti dasawarsa yang sudah berlalu sebagai akibat perbaiakn dalam system irigasi dan teknologi penanaman padi.  Perubahan kelembagaan akan didorong jika keuntungan yang dihasilkan diharapkan akan melebihi pengeluarannya. Suatu situasi keuntungan bersih dari perubahan kelembagaan menyankut ketidakseimbana ataupun pengalokasian sumber daya dibawah hasil optimal dibawah berlakunya praata pranata yang lama. Ketidakseimbangan itu muncul akibat pasar tidak aktif atau tidak fleksibel dalam mengalokasika sumber sumber daya sebagai taapan terhadapa perubahan perubahan dalam kelangkaan sumber daya yang bersangkutan.

Pada buku ini diterangkan bahwa ekonomi desa di Asia berada dipersimpangan jalan. Tekanan penduduk yang besar akan sumber daya tanah dapat diatasi dengan didorong pada setiap bidang.  Seperti pengawasan penduduk , pembukaan tanah baru untuk pertanian dan menciptakan kesempatan kerja diluar usaha tani. Jika hal ini tidak berhasil maka pendapatan olongan miskin yang tidak memiliki sumber daya tanah , kecuali tenaganya , mau tidak mau akan menurun. Distribusi kekayaan tanah juga semakin tidak imbang. Penendalian akan hal ini tidak cukup hanya dengan undang undang dan lad reform. Dalam beberapa kasusu undan undang dan peraturan peraturan ini mempunyai dampak polarisasi dengan tidak adanya racangan yang memadai dan kemauan untuk melaksanakannya.

Land reform harus ditunjang oleh kemauan politikyang lebih kokoh dan pelaksanaan yang lebih cepat dan efektif, jika kekuatan ekonomi yang melandasi polarisasi adalah meurunnya kembalian pada tenaga kerja dibandingkan dengan kembalian pada tanah, program land reform haya mempunyaimsedikit peluang untuk sukses dalam mencapai tujuan berupa pemerataan pendapatan.

Related Post