Ikan Layang terbang Menjulang Karya Prof.Dr. Sutejo Kuat Widodo, M.Si

Khoirun Nikmah

        

Buku Ini membahas perkembangan pelabuhan Pekalongan dari tahun 1900-1990, dimulai dengan mengemukakan latar belakang peran pelabuhan Pekalongan sebelumnya, perubahan status dan fungsi pelabuhan serta perkembngannya setelah menjadi pelabuhan khusus perikanan dan dampak sosial ekonomi dari perkembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Pembahasannya meliputi perkembangan Pelabuhan Pekalongan pada periode masa akhir pemerintahan colonial, masa pendudukan Jepang, masa revolusi sampai dengan pemerintahan orde baru. Sampai dengan akhir pemerintahan kolonial, kegiatan nelayan melakukan pendaratan ikan di Pelabuhan Pekalongan hanyalah merupakan salah satu kegiatan pelabuhan yang tidak begitu besar. Namun demikian, perkembangannya yang terjadi setelah tahun 1960 an, dan perkembangan kegiatan perikanan laut lebih mengesankan memasuki tahun 1970an , menghantarkan perubahan status Pelabuhan Pekalongan menjadi pelabuhan khusus perikanan.Perkembangan pelabuhan perikanan tidak sampai mematikan kegiatan pelabuhan perikanan disekitarnya.

Pelabuhan pekalongan terletak di muara Sungai Pekalongan dalam wilayah Kotamadya Pekalongan,  pembangunannya pada tanggal 31 Mei 1859 sebagai pelabuhan ekspor-impor. Abad ke 20 Pelabuhan Pekalongan mengalami kemunduran. Pada masa akhir pemerintah kolonial, kemunduran disebabkan oleh politik bumi hangus tentara Belanda saat menjelang masuknya tentara Jepang.

  • Lingkungan Alam dan Dinamika  Kebijakan tentang Pelabuhan Perikanan

Faktor Alam sebagai Penopang kelangsungan Usaha Perikanan

Perairan Indonesia, sampai awal abad ke 20 memiliki tidak kurang dari 1500 sampai 2000 jenis ikan, dan laut Jawa mempunyai potensi yang besar. Oleh sebab itu disepanang pantai Utara Jawa dan Madura sampai abad ke 20 sudah dikenal daerah daerah yang mempunyai banyak ikan, yaitu Batavia, Kendal Karawang, Pekalongan, Jepara, Karimun Jawa, Gresik, Kepulauan Bawean dan bagian pantai Utara Madura. Pantai Utara Jawadengan cirinya sebagai pantai yang landai , berlumpur, dan banyak muara sungai, menjadikan kawasan sepanjang pantai dapat digunakan sebagai tempat pendaratan ikan hasil tangkapan nelayan. Angin musoon yang berlangsung secara teratur dalam setiap tahunnya , menjadikan nelayan dikawasan ini sudah sejak lama menggunakan perahu yang dilengkapi dengan berbagai macam alat tangkap untuk melakukan usaha penangkapan ikan di laut.

Meskipun secara potensial laut jawa merupakan wilayah perairan yang kaya ikan, baik dari jenis maupun jumlahnya namun demikian sampai akhir taun 1960an hasil tangkapan ikan nelayannya tidak dapat mencukupi sendiri kebutuhan ikan penduduk yang tinggal di Jawa. Kondisi tersevut memperlihatkan ketimpangan antara potensi ikan yang melimpah ruah dan kenyataan emenuhan kebutuhan ikan melalui impor. Sumber kekayaan laut ikan laut Jawa luar biasa , akan tetapi peralatan peralatan yang digunakan belum memadai. Diperlukan modal dan pengenalan organisasi kerja usaha perikanan , dengan maksud untuk meningkatkan hasil tangkapan nelayan.

Kebijakan pemerintah mengenai Pelabuhan

Pelabuhan Pekalongan dibuka secara resmi pada 31 Mei 1859. Sebagai pelabuhan kecil. Pembukaan pelabuhan tersebut sebagai bagian dari kebijakan pemerintah kolonial pada tahun 1858 memutuskan untuk memebuka lagi 19 pelabuhan kecil. Selain pekalongan, pelabuhan kecil yang ada di Jawa yang dibuka pada sekitar tahun tahun tersebut adalah pelabuhan Anyer, Banten, Indramayu, Cirebon, tegal, Rembang, Pasuruan, Probolinggo, Besuki, Panarukan, Banyuwangi, Panggul, Pacitan, Cilacap dan pelabuhan Ratu.pelabuhan tersebut dibuka untuk impor terbatas di Jawa.

Peraturan pemerintah tahun 1873 segera diperbaharui lewat ordonasi 1 Oktober 1882. Pelabuhan yang ditetapkan sebagia pelabuhan umum untuk ekspor impor di Jawa adalah Batavia, Cirebon Tegal, Pekalongan, Semarang, Juana, Sueabaya, Pasuruan, Probolinggo dan Cilacap. Selama abad ke 19, pemerintah Hindia Belanda telah dapat mengontrol ampir semua pelabuhan di Hindia Belanda, namun pada kenyataanya belum mampu mengelola pelabuhan pelabuhan secara modern. Pengelolaan hanya didasarkan atas kepentingan untuk melayani eksploitasi colonial.pada tahun 1910 pemerintah Hindia Belanda mendatangkan Direktur pekerjaan umum Kotamadya Rotterdam yakni G.J de Jongh dan Y Kraus untuk menjadikan pelabuhan lebih modern.

Pada tahun 1924 pemerintah colonial memebagi pelabuhan pelabuhan kecil menjadi dua kategoro yakni pelabuan  kecil yang dikelola sebagai perusahaan dan pelabuhan kecil yang tidak dikelola sebagi perusahaan. Pelabuhan pekalongan masuk dalam pelabuhan kecil yang dikelola sebagai perusahhan.

Kebijakan Pemerintah terhadap sektor Perikanan

Kegiatan usaha perikanan pada akhir abad ke 19 ditandai dengan bergesernya usaha penangkapan dari laut dalam lepas pantai ke perairan dekat pantai hal ini sebagai akibat banyaknya perahu berukuran besar jinis mayang semakin berkurang dan tidak adanya pembuatan perahu baru. Sejalan dengan politik etis pemerintah kolonial membentuk komisi Mindere Welvaarts Onderzoek yang bertugas menyelidiki sebab sebab terjadinya kemunduran kesejahteraan terhadap penduduk pribumi Jawa dan Madura dan mencari solusi permasalahannya yang hasilnya dikelompokkan menjadi 11 saran yakni 1)pemberian pinjaman uang oleh pemerintah melalui bank khusus nelayan kepada nelayan pribumi tanpa beban bunga,2)mengatur pengadaan kayu untuk pembuatan perahu dengan harga murah,3) pembebasan ongkos pembuatan garam murah,4)perlunya suatu organisasi penyelidikan perikanan secara ilmiah,5) memberikan ketrampilan kepada nelayan,6) perbaikan pengangkutan ikan,7)perbaikan pelabuhan pelabuhan kecil dan melakukan pengerukan muara sungai, 8) membangun tempat pendaratan ikan, tempat mengeringkan ikandan pabrik pengolahan ikan, 9) perlunya daerah pemasaran dengan suatu pusat usaha penjualan dengan menghubungkan dengan daerah luar, 10) membangun pasar ikan Tanjung priok, suatu pasar ikan di Jakarta sebagai tempat yang digunakan terus menurus, 11) perlunya dicoba mengadopsi teknik penagkapan ikan seperti di eropa atau model di Jepang dengan motor dan perahu motor

Pada masa pendudukan Jepang aktifitas perikanan tidak bnyak diketahui, tetapi ada kegiatan Gyomin Dojo (latihan perikanan) di Pekalongan Shu. Pada tahun 1957-1959 dikeluarkan kredit sektor perikanan oleh Bank Tani Nelayan. Tahun 1961 , pemerintah mengambil kebijaksanaan penting di sektor perikanan yaitu tidak memberikan ijin untuk impor ikan dari Vietnam Selatan, Siam Malaya dan Singapura sebagaimana berlangsung pada masa sebelumnya. Kebijakan lain pemerintah adalah menjadikan perkumpulan perikanan yang ada ke dalam koperasi perikanan.

Walaupun telah diambil langkah langkah kebijakan untuk penghentian impor ikan, namun pada tahun 1968 masih terjadi impor ikan. Penyebabnya diantaranya adalah Indonesia dengan material yang dimiliki belum mempunyai teknis-ekonomis untuk meningkatkan produksi dalam jumlah yang dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, prasarana yang dapat menunjang peningkatan produksi baik di laut dipantai dan di daratan boleh dikatakan belum tersedia, dilihat dari sudut perdagangan , mengingat Jawa Barat adalah konsumen terbesar ikan asin maka penyediaan ikan asin lebih menguntungkan jika impor. Untuk mengatasi impor pemerintah member kelonggaran bagi pemodal asing, khususnya di sektor perikanan.

Pada tahun 1970 volume hasil tangkapan mengalami peningkatan yang mengesankan, akan tetapi diikuti dengan kerusakan lingkungan hayati laut yang semakin terdesaknya nelayan kecil.

  • Kegiatan perdagangan dan Perikanan di pelabuhan Pekalongan (1900-1942)

Wilayah Geografis dan Hasil Komoditi Pekalongan

Menurut kitab Poerwa Lelana, Pekalongan merupakan turunan dari kata along, suatu kata yang sangat dekat dengan dunia kenelayanan, yang memperoleh hasil tangkapan dari pekerjaannya menangkap ikan di laut. Dalam bahasa Jawa Kromo, suatu tataran tertinggi dalam bahasa Jawa, along mempunyai pengertian pengangsalan yang dalam bahasa Indonesia berarti pendapatan. Sampai abad ke 19 residensi di Jawa dan Madura terdapat 15 residensi yang mencatat penduduknya yang bekerja menagkap ikan sebagai nelayan. Terdapat desa desa nelayan di residensi Banten, Batavia, Cirebon, Pekalongan , Semarang, rembang, Surabaya, Madura, Pasuruan, Besuki, Kediri, Madiun, Kedu, Banyumas, dan Priangan. Pekalongan sebagai Keresidenan terdiri dari lima kabupaten yaitu Brebes, Tegal pemalang, Pekalongan dan Batang.

Residensi Pekalongan terletak di pantai Utara Jawa merupakan satu pusat  pendaratan ikan yang keberadaannya sudah berlangsung lama. Sebutan Pekalongan dalam pengertian yang menunjuk pada arti kewilayahan mempunyai beberapa arti , pengertian wilayah dapat berarti Keresidenan(Residence:residentie), Kabupaten (Afdeeling:regensi), kawedanan (Distrik) dn kota Madya atau pemerintah kota (gemeente: municipalaty). Keresiden Pekalongan dibentuk erdasarkan pada Stblt no 344 tahun 1900, sebagai penyempurna dari stblt no 230 tahun 1866 dan Stblt No 210 1898.

Pelabuhan Niaga pekalongan sebagai Pelabuhan Kecil

Pelabuhan Pekalongan dibangun hampir bersamaan dengan pembangunan kantor keresidenan Pekalongan, gedung sekolah dan gereja pada pertengahan abd ke 19 ykni tahun 1852. Peresmiannya tanggal 31 Mei 1859 , sebagai pelabuhan umum untuk kepentingan ekspor impor.  Letak pelabuhan ini tepat pada muara kali Pekalongan. Sebelum dibangun telah menjadi emapt keluar masuk perahu masyarakat. Pembangunan yang dilakukan adalah melengkapi dan memperbaiki pelabuhan alam yang telah ada. Perkembangan lalu lintas niaga laut memasuku abad ke 20 mempengaruhi keberadaan pelabuhan Pekalongan . Bagi Pelabuhan pekalongan perluasan lalu lintas laut justru merupakan ancaman. Bebrapa orangCina Pekalonganyang mempunyai banyak modal biasa membeli tembakau dari Batang, menimbun tembakau di Pekalongan namun pengaplan komoditi tersebut tidak dilakukan di pekalongan tetapi menggunakan kereta api. Keengganan untuk mengapalkan barang  dengan Pelabuhan Pekalongan, perlu dicari kaitannya dengan kondisi pelabuhan sebagai pelabuhan perahu. Pelabuhan Pekalongan sebagai pelabuhan laut sangat mungkin kurang menguntungkan dibaning dengan Semarang. Kondisis dermaga selalu mengalami gangguan akibat faktor alam. Pelayaran perahu semakin sulit . penyebabnya pelabuhan ini merupakan muara sungai. Tempatnya bertemunya sungai dengan laut yang dipenuhi dengan timbunan pasir .Perbaikan pelabuhan pekalongan memerlukan biaya yang tinggi dan sangat besar sedangkan kegiatan ekspor impor tidak cukup banyak.

Kegiatan perikanan di Lingkungan Pelabuhan Pekalongan (1900-1940)

Secara topografis pantai Pekalongan memiliki kelebihan dibandingkan dengan pantai disebelah Baratnya. Pada musim angin muson Barat, pasir akan tertimbun lebih banyak di bagian Barat, pelabuahan Pekalongan mempunyai penempatan perahu Nelayan lebih dekat dengan tempat tinggalnya. Perahu di Pekalongan ditempatkan di sungai Pekalongan , dekat dengan tempat tinggal Nelayan yang berjarak hanya satu kilometer dari pantai.

Secara umum memasuki abad ke 20 kegitan penagnkapan ikan di pantai Utara pulau Jawa ditandai dengan semakin berkurangnya perahu mayang. Akibat kegiatan penangkapan bergeser ke wilayah pantai. Sedangkan kekayaan laut yang berupa ikan ada di lepas pantai dekat Karimun Jawa. Nelayan bergeser ke perahu jenis lebih kecil dari pada perahu mayang mengakibatkan mundurnya kegiatan usaha perikanan di Pelabuhan Pekalongan. Di laut lepas pantai penangkapan ikan dilakukan oleh perahu yang lebih besar sedangkan perahu kecil melakukan penagkapan di dekat pantai. Ikan hasil tangkapan dipasarkan dalam bentuk pindang , ikan asin, ikan kering dan trasi. 

  • Awal perkembangan Kegiatan Perikanan di Pekalongan (1942-1945)

Peran Organisasi Nelayan pada masa Pendudukan Jepang (1942-1945)

            Saat Jepang masuk ke Indonesia, Belanda melakukan tindakan bumi hangus terhadapa pelabuhan Pekalongan. Pada masa pendudukan Jepang Pelabuhan Pekalonga digunakan untuk menambatkan kapal perang milik Jepang dan juga sebgai tempat bersandar perahu niaga antar pulau, untuk peristirahatan perahu dari Madura dan Lombok yamg akan singgah ke Jakarta.pada masa Jepang dibentuklahsemacam koperasi (Kumiai). Organisasi ini menekan dan menuntut nelayan menyerahkan sejumlah hasil perolehan  kegiatan dari penagkapan ikan. Sehingga meninggalkan kisah pedih bagi nelayan.

Kehidupan nelayan di sekitar masa revolusi samapai tahun 1960-an

Awal tahun 1950 an Pelabuhan pekalongan  memiliki 25 perahu Jukung dan 75 perahu kolek , jumlah nelayan diperkirakan dimasa akhir kemerdekaan berkisar 300 orang. Pada 1960 kegiatan perikanan dilingkungan pelabuhan pekalaongan mengalami perkembangan dan meningkat, terlebih lagi setelah didirikannya Koperasi Perikanan Laut (KPL) pada tanggal 5 Oktober 1962 di Kotamdya Pekalongan.

Menuju Ekonomi Berdikari di sektor Perikanan (1950-1967)

Pada tahun 1953 muncul gagasan yang menuntut pemerintah untuk membentuk satu Departeman Perikanan sendiri dan baru terwujud pada bulan Juni 1964 dengan terbentuknya Departemen Perikanan Darat dan Laut kemudian dilikuidasi ke dalam Departemen maritime. Pada tahun 1961 pemerintah melarang pengehnetian impor ikan dari Vietnam Selatan  Siam Malaya dan Singapura. Dana untuk impor ikan dialihkan untuk membeli alat alat   perikanan modern, mesin bermotor  diesel, jala nilon, dan jarring yang mendukung produksi ikan dalam negri. Dasar kebijakan tersebut adalah pelaksanaan Prinsip Berdikarai dalam bidang ekonomi. Prinsip berdikari dibidang perikanan mempunyai sasaran memepertinggi taraf hidup dan kehidupan nelayan, meningkatkan produksi pangan terutama ikan dan menjadikan perikanan sebagai salah satu sumber usaha untuk menghasilkan devisa. Beberapa kesulitan koperasi perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan yakni:

  1. Usaha pelelangan masih terbatas hanya samapai menjualkan ikan di tempat tempat pendaratan, sedangkan pengolahan dan penjualan hasil olahan masih dikuasai oleh pedagang ikan.
  2. Usaha keperluan alat alat perikanan dan keperluan sehari hari nelayan belum didapatkan langsung dari pemerintah melainkan melalui begitu banyak saluran , di luar organisasi nelayan , sehingga harga barang barang tersebut menjadai sangat tinggi
  3. Usaha perkreditan nelayan sangat terbatas baik dalam jumlah orang yang mendapatkan kredit maupun jumlah uangnya
  4. Usaha kesejahteraan nelayan masih dalam taraf perkembangan, diatur secara setempat
  5. Jumlah nelayan yang tergabung dalam organisasi koerasi perikanan baru sekitar 25%
  6. Di daerah daerah dimana belum ada Koperasi Perikanan  produksi pengolahan dan perdagangan hasil penangkapan dikuasai mutlak oleh pedagang pedagang ikan /pelepas uang
  7. Ikatan berupa ijon masih merajalela di banyak daerah perikanan.

Koperasi hanya dapat melelang ikan basah, sedangkan ikan kering dikuasai oleh pedagang Cina. Seperempat abad sejak Indonesia merdeka, sektor perikanan mengalami perkembangan yang belum berarti. Sampai tahun 1966 potensi deposit perikanan yang dimanfaatkan baru mencapai 13%, yaitu dari potensi 5.500.000 ton per tahun yang dimanfaatkan baru mencapai 720.000 ton/tahun. Adapun yang menjadi factor rendahnya pemanfaatan tersebut disebabkan 98% produksi ikan dihasilkan perikanan rakyat yang bekerja dengan alat alat sederhana yang kurang efektif.

Peran Modal Asing di sektor Perikanan

Sejalan dengan diberlakukannya undang undang tentang penanaman modal asing No.1/1967, segala fasilitas, kelonggaran dan keringanan yang disediakan menimbulkan perhatian yang menarik bagi pemodal asing dalam sektor perikanan. Penanaman modal asing mendapat perhatian yang sangat baik. Pada tahun 1967 sudah terdapat 19 perusahaan asing yang ingin menanamkan modal di Indonesia.

Regulasi Penangkapan ikan sampai penghapusan Trawl

SK walikota Pekalongan no 623.4/81/1980 tertanggal 16 September 1980 tentang pemebnetukan Tim Pelaksanaan penghapusan Jaring Trawl merupakan hasil proses panjang dan berjenjang. Tetapi pada pelaksanaanya masih ada nelayan yang melakukan pelanggaran.

Es sebagai Penopang Pemasaran Ikan Basah

Sebelum es diproduksi secara luas, garam merupakan bahan penting dalam teknologi distribusi ikan. Meski es sudah digunakan tetapi bahan pengawet garam juga masih digunakan. Hanya saja garam yang dipakai untuk kepentingan pengawetan ikan ini mutunya tidak dapat menjamin diperolehnya hasil olahan yang cukup baik dan tahan lama.pada tahun 1967 Pelabuahn pekalongan memperoleh perhatian yang besar dalam sektor perikanan. Selera konsumen yang dulunya suka denganikan asin impor berubah menjadi ikan sedar produk dalam negeri.

  • Dari pelabuhan Khusus Perikaan menjadi Pelabuhan Perikanan Pekalongan ( 1974-1978)

Jatidiri Status dan fungsi Pelabuhan

Proses Perubahan Status dan Peruntukan Pelabuhan

Direktur Jendral Perikanan pada tanggal 20 Agustus 1973 mengirimkan surat kepada Menteri Perhubungan yang isinya mengajukan permohonan supaya status Pelabuahn Pekalongan menjadi pelabuhan khusus perikanan. Permohonan tersebut didasarkan atas perkembangan yang ada diantaranya semakin meningkatnya kegiatan usaha usaha perikanan di Pelabuhan Pekalongan. Dalam pengambilan keputusan politis peran walikota, sebagai pejabat yang bertanggungjawab terhadap kegiatan pembangunan di daerah, sangat menentukan. Walikota pekalongan,,Drs. R Sopomo memiliki peran sangat penting, dalam pemerintahannya ada dua tonggak peristiwa sejarah yang penting yang terjadi di Pelabuhan Pekalongan yaitu penetapan Pelabuhan Pekalongan sebagai pelabuhan khusus perikanan pada tahun 1974, dan yang kedua adalah peningkatan status pelabuhan sebagai Pelabuhan Perikanan Nusantara pada tahun 1978.

Pembenahan awal sarana Pelabuhan

Dengan ditetapkannya Pelabuhan Pekalongan sebagai pelabuhan khusus perikanan , pelabuhan ini merupakan pelabuhan perikanan pertama yang memperoleh dana pembangunan dari anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada PELITA I tahun anggaran 1974/1975 sebanyak Rp. 150.000.000. pembangunan berupa pengerukan dan penggalian lumpur sungai, pembangunan tempat pendaratan (dermaga) ,gedung pelelangan, peralatan kantor.

Dilihat dari sudut pandang perdagangan ikan pelabuhan perikanan merupakan tempat pertama yang berperan penting bagi nelayan dalam hubungan distribusi hasil tangkapan sampai ke pasar. Di samping itu pelabuhan juga berfungsi sebagai tempat memulainya kegiatan persiapan penangkapan menuju laut dan sekaligus sebagai tempat mengakhiri kegiatan setelah melakukan penangkapan, disebabkan di pelabuhan tersebut telah tersedia segala keperluan mulai dari alat tangkap, perbekalan kapal, dan pemeberdayaan nelayan yang diperlukan selama melakukan satu trip penangkapan di laut.

Beberapa Kelebihan Pelabuhan Perikanan Pekalongan

Letak topografis dan geografis pelabuhan, status wilayah temapat pelabuhan berada, dukungan keamanan, kebijakan pemerintah ketersediaan pemodal local, tingkat teknologi yang dimiliki

  • Perkembangan Pure Seine, teknologi distribusi dan Pencapaian penting Pelabuahan Perikanan Nusantara Pekalongan (1978-1990)

Dari Trawl ke Purse Seine suatu berkah bagi perkembangan pelabuhan Perikanan Pekalongan

Pengenalan dan perkembnagan Trawl di Pekalongan

Secara umum, alat tangkap ikan dapat dikelompokkan ke dalam 4 golongan besar yakni Nets, Lines,dan  Traps, dan alat tangkap lainnya. Di pekalongan jarring Trawl mulai digunakan tahun 1972 dan kemudian pada tahun berikutnya meningkat dengan drastis. Pengahpusan trawl dimulai tanggal 1 Oktober 1980. trawl dilarang nelayan mengganti alat tangkap menjadi Purse seine yang lebih memerlukan ABK 20-35 orang dengan daerah tangkapan yang lebih jauh dan waktu yang cukup panjang 2 sampai 4 minggu sekali perjalanan. Dominasi peran garam secara berangsur angsur semakin menurun seiring berperannya es yang diperlukan untuk memenuhi permintaan ikan segar karena meningkatnya pendapatan khusus masyarakat perkotaan. Pabrik es yang berada di pekalongan masih didominasi oleh pedagang Cina. Keberadaan pelabuhan Pekalongan telah menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup banyak

Related Post