Kerajaan Tarumanegara: Kerajaan Hindu Tertua di Jawa Barat

Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia setelah Kutai, dan merupakan kerajaan Hindu pertama di Pulau Jawa. Kerajaan ini berdiri sekitar abad ke-4 hingga abad ke-7 Masehi di wilayah yang kini dikenal sebagai Jawa Barat. Nama “Tarumanegara” diyakini berasal dari kata Tarum (nama sungai besar di Jawa Barat, yaitu Sungai Citarum) dan Negara (berarti kerajaan atau negeri). Dengan demikian, Tarumanegara berarti “kerajaan di sekitar Sungai Tarum (Citarum)”. Sungai Citarum memegang peran penting bagi kehidupan masyarakat karena menjadi pusat pertanian, transportasi, dan perdagangan.

Sumber Sejarah dan Bukti Keberadaan

Informasi mengenai Tarumanegara diperoleh dari beberapa sumber:

  1. Prasasti
    Terdapat tujuh prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang ditemukan di sekitar Jawa Barat. Prasasti ini ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta, menunjukkan pengaruh budaya India. Beberapa prasasti penting adalah:
    • Prasasti Ciaruteun (Bogor): terdapat cap telapak kaki Raja Purnawarman yang disamakan dengan telapak kaki Dewa Wisnu.
    • Prasasti Kebon Kopi: menggambarkan telapak kaki gajah, lambang kendaraan Dewa Wisnu, yang dikaitkan dengan kekuasaan raja.
    • Prasasti Tugu: memuat kisah pembangunan saluran air Gomati sepanjang 12 km yang dilakukan Raja Purnawarman untuk pengairan pertanian.
    • Prasasti Jambu, Cidanghiang, Pasir Awi, dan Muara Cianten: berisi pujian kepada raja serta menegaskan kekuasaan Tarumanegara.
  2. Catatan Asing
    • Catatan Tiongkok dari Dinasti Sui (abad ke-7) dan Dinasti Tang menyebutkan tentang keberadaan kerajaan bernama To-lo-mo (Taruma) yang rajanya menghadiahkan utusan ke Tiongkok.
    • Catatan ini menunjukkan bahwa Tarumanegara telah menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan besar di Asia.

Raja-Raja Tarumanegara

Raja terbesar Tarumanegara adalah Purnawarman (memerintah sekitar abad ke-5 M). Ia dikenal sebagai raja yang bijaksana, religius, sekaligus penguasa kuat. Dalam prasasti, Purnawarman sering dipuji sebagai raja yang gagah berani, pelindung rakyat, serta dipersamakan dengan Dewa Wisnu. Purnawarman juga dikenal membangun saluran air yang sangat bermanfaat bagi pertanian rakyat, menunjukkan perhatiannya terhadap kesejahteraan masyarakat.

Raja-raja penerus setelah Purnawarman tidak banyak diketahui karena minimnya sumber tertulis. Namun, diyakini Tarumanegara terus berkembang hingga abad ke-7 sebelum akhirnya melemah.

Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Tarumanegara dipimpin oleh raja yang memiliki kekuasaan tertinggi, didukung oleh pejabat istana dan bangsawan. Raja tidak hanya berperan sebagai pemimpin politik, tetapi juga pemimpin agama yang dianggap sebagai titisan dewa. Purnawarman menegakkan hukum dan ketertiban, memperkuat pertahanan kerajaan, serta menjalin hubungan diplomatik dengan negeri-negeri tetangga, termasuk Tiongkok.

Kehidupan Sosial

Masyarakat Tarumanegara terdiri atas berbagai golongan: raja dan keluarganya, kaum Brahmana (pendeta), bangsawan, prajurit, pedagang, petani, hingga rakyat jelata. Kaum Brahmana memegang peranan penting dalam bidang agama dan upacara keagamaan, sementara pedagang menjalin hubungan ekonomi dengan luar negeri. Kehidupan masyarakat Tarumanegara sudah teratur dengan jelas, menunjukkan adanya sistem sosial yang mapan.

Ekonomi dan Perdagangan

Ekonomi Tarumanegara bertumpu pada pertanian, terutama padi yang ditunjang oleh sistem irigasi dari Sungai Citarum. Pembangunan saluran air Gomati oleh Raja Purnawarman membuktikan kemajuan di bidang pertanian. Selain itu, perdagangan juga berkembang pesat. Tarumanegara menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, memperdagangkan hasil bumi, rempah-rempah, dan produk pertanian. Sungai dan laut menjadi jalur penting untuk kegiatan perdagangan tersebut.

Agama dan Kebudayaan

Tarumanegara menganut agama Hindu aliran Wisnu, terlihat dari prasasti yang memuji Purnawarman sebagai titisan Dewa Wisnu. Simbol telapak kaki dan telapak gajah dalam prasasti merupakan lambang kekuatan Wisnu. Selain Hindu, terdapat pula pengaruh Buddha yang mulai masuk ke wilayah Tarumanegara, meskipun tidak sebesar Hindu.

Dalam bidang budaya, Tarumanegara menunjukkan akulturasi budaya lokal dengan India. Penggunaan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta pada prasasti menandakan masuknya tradisi literasi dari India, namun masyarakat tetap mempertahankan identitas lokal, misalnya dalam bentuk seni hias, arca, serta tradisi agraris.

Keruntuhan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara diperkirakan mengalami kemunduran sekitar abad ke-7 Masehi. Faktor penyebabnya antara lain:

  1. Tekanan dari kerajaan besar seperti Sriwijaya di Sumatra yang memperluas pengaruhnya ke Jawa Barat.
  2. Kemungkinan konflik internal dan melemahnya kekuasaan raja setelah Purnawarman.
  3. Pergeseran jalur perdagangan internasional dari Jawa Barat ke Selat Malaka, yang lebih dikuasai Sriwijaya.

Setelah runtuh, wilayah Tarumanegara kemudian digantikan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Jawa Barat, seperti Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.

Bukti Sejarah Kerajaan Tarumanegara

Gambar 1: Prasasti Ciaruteun, tersimpin di Museum Nasional Jakarta

1. Prasasti Ciaruteun (Bogor)

Prasasti Ciaruteun ditemukan di tepi Sungai Ciaruteun, dekat Muara Cianten, Bogor. Prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta pada abad ke-5 M. Isi prasasti menyebutkan nama Raja Purnawarman, raja terbesar Tarumanegara. Pada batu prasasti terdapat pahatan cap telapak kaki yang diyakini sebagai jejak kaki Raja Purnawarman. Dalam teksnya, raja disebut sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Cap kaki tersebut melambangkan bahwa Purnawarman adalah penguasa bumi yang sah dan memiliki kekuatan sakral. Konsep ini sesuai dengan tradisi Hindu-India, di mana telapak kaki dewa atau raja dipandang sebagai lambang kehadiran dan kekuasaan ilahi. Dengan demikian, prasasti ini menegaskan legitimasi politik dan religius Raja Purnawarman.

2. Prasasti Kebon Kopi (Bogor)

Prasasti Kebon Kopi ditemukan di Kampung Muara Hilir, Cibungbulang, Bogor. Isinya berupa pahatan telapak kaki gajah. Menurut penelitian, pahatan itu diasosiasikan dengan Airawata, gajah tunggangan Dewa Indra dalam mitologi Hindu. Simbol ini menyiratkan bahwa Raja Purnawarman berada di bawah perlindungan Indra, dewa hujan dan perang. Indra adalah dewa yang penting bagi kerajaan agraris karena menguasai hujan untuk kesuburan tanah. Oleh karena itu, prasasti ini memperkuat legitimasi raja sebagai pemimpin yang dilindungi dewa, sekaligus menjamin kesuburan, kekuatan, dan kemenangan perang.

3. Prasasti Tugu (Jakarta Utara)

Prasasti Tugu ditemukan di daerah Tugu, Jakarta Utara. Prasasti ini adalah prasasti terpanjang peninggalan Tarumanegara, juga ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Isinya mencatat pembangunan dua saluran air besar, salah satunya Sungai Gomati yang panjangnya 6122 tombak atau sekitar 11 km. Pembangunan saluran itu dilakukan pada masa pemerintahan Raja Purnawarman, dibantu oleh rakyat dan dilakukan dalam waktu 21 hari. Saluran tersebut sangat bermanfaat bagi pertanian dan pencegahan banjir. Prasasti Tugu menunjukkan bahwa Tarumanegara sudah memiliki teknologi hidrolik yang maju, serta membuktikan bahwa Purnawarman adalah raja yang memperhatikan kesejahteraan rakyat.

4. Prasasti Jambu (Bogor)

Prasasti Jambu, atau dikenal juga sebagai Prasasti Koleangkak, ditemukan di daerah Bukit Koleangkak, sekitar 30 km barat daya Bogor. Prasasti ini juga beraksara Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isinya berupa pujian terhadap Raja Purnawarman. Ia digambarkan sebagai raja yang gagah, kuat seperti singa, jujur, adil, serta menjadi teladan bagi rakyatnya. Prasasti ini menunjukkan adanya tradisi panegirik (sastra pujian) terhadap raja, yang berfungsi memperkuat citra penguasa sebagai sosok ideal dalam politik dan moral.

5. Prasasti Cidanghiang (Pandeglang, Banten)

Prasasti Cidanghiang ditemukan di tepi Sungai Cidanghiang, Pandeglang, Banten. Prasasti ini hanya terdiri dari dua baris tulisan Pallawa berbahasa Sanskerta. Namun, isinya sangat penting: menyebutkan Raja Purnawarman sebagai raja yang mulia, berani, dan penakluk musuh. Prasasti ini menekankan aspek militer dan kekuasaan politik raja. Dengan adanya prasasti ini, Tarumanegara digambarkan sebagai kerajaan yang kuat, disegani oleh lawan, dan mampu mempertahankan wilayahnya.

6. Prasasti Pasir Awi (Bogor)

Prasasti Pasir Awi ditemukan di hutan Pasir Awi, Bogor. Berbeda dengan prasasti lainnya, prasasti ini tidak memuat tulisan, melainkan hanya pahatan sulur-suluran dan cap telapak kaki. Tidak adanya teks membuat arti prasasti ini sulit dipastikan. Namun, diperkirakan prasasti ini juga terkait dengan simbol sakral raja. Pahatan cap kaki kemungkinan melambangkan jejak kekuasaan raja yang suci, sementara sulur-suluran dapat dihubungkan dengan simbol kesuburan. Prasasti ini memperlihatkan bahwa selain menulis, masyarakat Tarumanegara juga menggunakan simbol ikonografis dalam menyampaikan pesan politik dan religius.

7. Prasasti Muara Cianten (Bogor)

Prasasti Muara Cianten ditemukan di tepi Sungai Cianten, Bogor. Seperti Prasasti Pasir Awi, prasasti ini tidak berisi tulisan, melainkan hanya pahatan sulur-suluran. Makna pastinya masih diperdebatkan, namun kemungkinan besar memiliki fungsi sakral dan simbolis, mungkin sebagai tanda wilayah kekuasaan atau sebagai tempat pemujaan. Kehadiran simbol-simbol non-tekstual ini menunjukkan bahwa Tarumanegara tidak hanya menekankan prasasti dengan teks, tetapi juga menggunakan lambang visual untuk menegaskan kekuasaan dan spiritualitas raja.

Ketujuh prasasti peninggalan Tarumanegara menggambarkan aspek penting kehidupan kerajaan:

  1. Legitimasi Raja → melalui cap telapak kaki dan simbol dewa (Ciaruteun, Kebon Kopi, Pasir Awi, Muara Cianten).
  2. Kesejahteraan Rakyat → melalui pembangunan irigasi yang tercatat dalam Prasasti Tugu.
  3. Kekuatan Politik & Militer → melalui prasasti yang memuji keberanian dan keadilan raja (Cidanghiang, Jambu).

Dengan demikian, prasasti-prasasti ini bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga media propaganda politik dan religius untuk meneguhkan wibawa Raja Purnawarman dan memperlihatkan kebesaran Tarumanegara sebagai salah satu kerajaan Hindu tertua di Nusantara.

Ketujuh prasasti tersebut menjadi bukti nyata keberadaan Tarumanegara sekaligus memberikan informasi tentang kebesaran Raja Purnawarman.

Makna Penting Tarumanegara dalam Sejarah Indonesia

Kerajaan Tarumanegara memiliki arti penting dalam perjalanan sejarah Indonesia. Pertama, Tarumanegara adalah kerajaan Hindu tertua di Pulau Jawa yang menandai awal peradaban bercorak India di wilayah ini. Kedua, prasasti-prasasti peninggalannya menjadi sumber sejarah berharga yang memberikan gambaran kehidupan politik, sosial, dan ekonomi masa lalu. Ketiga, Tarumanegara berperan penting dalam menjembatani perkembangan kerajaan-kerajaan besar berikutnya di Jawa, seperti Sunda, Galuh, hingga Mataram Kuno.

simpulan
Kerajaan Tarumanegara adalah salah satu tonggak awal peradaban di Pulau Jawa. Berpusat di sekitar Sungai Citarum, kerajaan ini mencapai kejayaan di bawah Raja Purnawarman dengan sistem pemerintahan yang teratur, ekonomi yang maju, dan hubungan diplomatik internasional. Meskipun kemudian melemah akibat pengaruh Sriwijaya dan faktor internal, peninggalannya berupa prasasti tetap menjadi bukti otentik dari kemegahan kerajaan ini. Tarumanegara menegaskan bahwa masuknya pengaruh Hindu di Nusantara bukan sekadar hasil penaklukan, tetapi melalui proses perdagangan, interaksi budaya, dan akulturasi dengan tradisi lokal.

Sumber Referensi

  • Coedès, G. (2010). Asia Tenggara masa Hindu-Buddha (D. Mulyana, Penerj.). Kepustakaan Populer Gramedia.
  • Munandar, A. A. (2014). Kerajaan-kerajaan awal di Nusantara: Abad IV–X Masehi. Wedatama Widya Sastra.
  • Poesponegoro, M. D., & Notosusanto, N. (2008). Sejarah nasional Indonesia II: Zaman kuno. Balai Pustaka.
  • Santiko, H. (1995). Prasasti-prasasti Tarumanegara dan kedudukannya dalam sejarah Jawa Barat. Humaniora, 7(2), 45–60.
  • Slametmuljana. (1968). Indonesia kuna: Sejarah politik abad IV–XVI. Djambatan.
  • Soekmono, R. (1985). Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 1. Kanisius.
  • Sumadio, B. (Ed.). (1984). Sejarah nasional Indonesia I: Zaman prasejarah dan zaman kuno. Balai Pustaka.
  • Utomo, B. (2010). Tarumanagara: Kerajaan awal di Jawa Barat dan prasastinya. Jurnal Arkeologi Indonesia, 32(2), 101–118.

Related Post