Prasasti Mruwak

Banyak informasi tentang kehidupan yang dapat diungkapkan dari sebuah data arkeologi berupa prasasti, baik itu mengenai sistem pertanian, perdagangan, peradilan maupun sistem keagamaan. Beberapa aspek tersebut saling terkait satu dengan yang lain sehingga mampu menggambarkan kehidupan masa lalu. Prasasti-prasasti yang ditemukan di Pulau Jawa umumnya berisi penetapan maupun keputusan peradilan (jayapatra) yang memuat informasi tentang berbagai hal seperti mengenai waktu dibuatnya prasasti, nama penguasa, nama tempat serta alasan dibuatnya prasasti. Perang merupakan satu aspek peristiwa yang termuat dalam isi prasasti dan menarik untuk dijadikan bahan kajian. Perebutan kekuasaan ataupun perebutan wilayah pada masa lalu, sering dilakukan dengan jalan peperangan/penyerangan. Penyerangan tersebut dapat dilakukan melalui jalur darat ataupun melalui jalur air (laut, pantai, sungai). Selain kemenangan atau kekalahan, perang mempunyai dampak buruk bagi masyarakat. Banyak keluarga yang kehilangan anggota keluarganya dan harta kekayaan. Dampak lain yang ditimbulkan adalah perubahan pola kehidupan masyarakat setempat. Dalam hal ini berkaitan dengan lingkungan dan mata pencaharian mereka. Satu contoh prasasti yang di dalamnya memuat tentang peperangan/ penyerangan adalah Prasasti Mruwak. Prasasti Mruwak sampai saat ini masih insitu. Isi pokok prasasti ini adalah penetapan Desa Mruwak menjadi . Sebab penetapan tersebut adalah adanya penyerangan dari pihak luar, sehingga Desa Mruwak dipindahkan ke tempat yang lebih tinggidari lokasi semula. Permasalahan yang dimunculkan dalam tulisan ini adalah apakah perpindahan lokasi Desa Mruwak tersebut membawa dampak yang signifikan bagi kehidupan masyarakatnya

Gambar 1. Prasasti Mruwak

Prasasti Mruwak ditemukan dan dilaporkan pertama oleh oleh Mahasiswa IKIP PGRI Madiun waktu Kuliah Kerja Lokal, 1975 dibawah bimbingan Drs. Koesdim Heroekoentjoro dan Drs. Arief Soekowinoto Berdasarkan penelitian Churmatin Nasoichah, Balai Arkeologi Medan, Prasasti Mrwak (1108 Śaka/1186 M) adalah berisi penetapan Desa Mruwak menjadi sīma. Sebab penetapan tersebut adalah adanya penyerangan dari pihak luar, sehingga Desa Mruwak dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi dari lokasi semula. Mrwak adalah desa tua di kaki Gunung Wilis.

Penyebutan Desa Mruwak didasarkan pada temuan prasasti yang terletak di desa tersebut, yaitu Prasasti Mrwak. Prasasti ini terletak di bagian belakang sebuah pekuburan umum di Desa Mruwak dan sampai saat ini masih insitu. Oleh beberapa penduduk, prasasti ini dipakai untuk ritual keagamaan dan dikeramatkan. Prasasti Mrwak terbuat dari batuan andesit (upala prasasti) yang berbentuk blok (balok) dengan variasi puncak setengah lingkaran. Tinggi prasasti ini 84 cm, lebar 60 cm (atas) dan 45 cm (bawah), bagian bawahnya berbentuk bunga adma. Prasasti Mrwak beraksara dan berbahasa Jawa Kuna yang dipahatkan di semua sisinya. Bentuk hurufnya kasar, tidak teratur serta pada beberapa bagian sudah aus. Sisi lainnya ditumbuhi lumut dan jamur yang menyebabkan prasasti tersebut rusak.

Penggunaan kata Mrwak dalam prasasti masih dipakai hingga sekarang sebagai penyebutan nama Desa Mruwak. Dari pembacaan, diketahui Prasasti Mrwak berangka tahun 1108 Śaka (1186 M), menyebut tentang desa Mrwak dan nama Digjaya Śastraprabhu. Penyebutan nama raja ini juga ditemukan pada prasasti lain dengan sebutan Śrī Jayawarsa Digwijaya Śastraprabhu. Nama Śastraprabhu disebutkan di dalam dua prasasti. Pertama, Prasasti Mrwak dan kedua Prasasti Sirah Kĕting yang berasal dari Dukuh Sirah Kĕting, Kec. Sambit, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur yang berangka tahun 1126 Ś (Wardhani,1982:161).

Dari isi inskripsi dapat diketahui bahwa di Desa Mruwak telah terjadi serangan secara tiba-tiba yang datangnya dari arah sungai dengan menggunakan kapal. Terjadilah peperangan yang menewaskan banyak orang di medan pertempuran. Dalam peperangan ini menewaskan seseorang yang bernama sri kanuruhan beserta bala tentaranya dalam jumlah yang besar. Namun tidak diketahui dari pihak (kerajaan) mana penyerangan tersebut. Akibat dari penyerangan tersebut akhirnya Desa Mruwak dipindahkan ke tempat yang agak jauh dari sungai yaitu dekat dengan gunung (di kaki Gunung Wilis) dengan bantuan Juru Manutan. Hal ini kemungkinan dilakukan agar penduduk desa merasa aman dan untuk pertahanan. Karena telah terjadi serangan secara tiba-tiba itu maka diperintahkanlah Pangeran ńwara nusa śarwwenayāpala untuk melakukan penjagaan terhadap Desa Mruwak. Wilayah penjagaannya meliputi sungai besar (Kali Catur) karena di tempat itulah serangan dari luar bisa masuk.Sementara pada bagian isi yang dituliskan pada bagian belakang prasasti baris ke 3–6 dijelaskan bahwa : Isi prasasti berupa pemberian perintah kepada Pangeran ńwara nusa śarwwenayāpala untuk menjaga kapal (pertahanan) karena sebelumnya telah mendapat serangan secara tiba-tiba dari arah barat laut, sehingga terjadilah peperangan di Mruwak.Apabila dibandingkan antara bentang alam Desa Mruwak sekarang dengan keterangan dari isi Prasasti Mrwak, ternyata tidak jauh berbeda, keletakan prasasti yang masih insitu memungkinkan untuk dapat lebih mudah dalam analisis kemudian membandingkannya dengan kondisi saat ini. Dalam menganalisis sebuah prasasti banyak hal yang dapat diketahui, baik itu yang berkaitan dengan keletakan, bentangan alam, maupun faktor lain seperti jenis-jenis binatang dan tumbuhan yang ada di tempat tersebut.Identifikasi nama tempat (toponimi) dari sumber prasasti perlu dilakukan untuk menggambarkan keletakan tempat ke dalam peta yang kita kenal pada masa ini. Hal ini dilakukan karena nama-nama tempat pada masa kerajaan kuna Indonesia sudah sangat berbeda dengan nama-nama sekarang meskipun ada sebagian yang masih tetap sama jadi didalam Prasasti Mrwak terdapat penyebutan nama Mrwak yang dijadikan daerah sīma olehŚrī Jaya Prabhu. Sampai saat ini penggunaan nama Mrwak masih terus dipakai untuk menyebutkan nama Desa Mruwak, hanya penulisannya mengalami sedikit perubahan. Semula berdasarkan isi prasasti, penulisan nama ini adalah Mrwak, namun saat ini masyarakat lebih mengenal dengan nama Mruwak.

Dilihat dari identifikasi tempat, diketahui bahwa wilayah kekuasaan Śrī Jaya Prabhu berada di sekitar Madiun dan Ponorogo (berdasarkan Prasasti Mrwak dan Sirah Kĕting), yaitu terletak di sebelah barat Gunung Wilis. Sedangkan Desa Mruwak yang dijadikan sīma sendiri terletak di barat Gunung Wilis dan di tenggara sungai besar (berdasarkan Prasasti Mrwak). Bagian yang menarik dari Prasasti Mrwak, bahwa letak Desa Mruwak yang digambarkan dalam prasasti tersebut masih dapat dibuktikan dengan toponimi saat ini. Sungai besar yang disebutkan dalam prasasti sampai sekarang masih ada, oleh penduduk setempat dinamakan Kali Catur.kemudian Desa Mruwak pernah dipindahkan karena telah terjadi perang. Desa Mruwak dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi di yaitu daerah yang terletak di bagian tengah yang keras dari lembah gunung. Apabila dibandingkan dengan keletakan Desa Mruwak sekarang, desa ini terletak di dataran tinggi di sebelah barat Gunung Wilis.Dari kedua keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa dulu Desa Mruwak terletak di sebelah tenggara sungai besar (sungai terletak di barat laut), karena terjadi perang desa ini dipindahkan agak jauh ke arah tenggara yang dekat dengan gunung. Sampai sekarang desa itu tetap ada yang ditandai dengan adanya Prasasti Mr wak. Sedangkan penulisan Prasasti Mruwak sendiri dilakukan setelah perpindahan Desa Mruwak, karena dalam isi prasasti dijelaskan seluruh peristiwa sampai dipindahkannya desa tersebut. Selain itu dengan indikasi prasasti yang masih didalam Desa Mruwak yang sekarang atau lebih tepatnya prasasti ini terletak ditengah tengah maqam desa yang ana disamping prasasti tersebut tersebut ada pohon yang sangat besar.