Sejarah Sistem Kearsipan di Indonesia

Sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang terorganisir dalam mengatur suatu hubungan dalam suatu kerangka tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Dalam konteks tugas pemerintahan maka sistem kearsipan mempunyai peran dalam tata kelola penyelenggaran pemerintahan, untuk mengetahui sejarah sistem kearsipan di indonesia dapat diamati dan dilihat dari peninggalan admisntrasi masa lampau yang terjadi di indonesia dan diketahui dari terkelolanya arsip-arsip peninggalan masa hindia belanda hingga sekarang di masa ANRI.

Sistem kearsipan sebelum indonesia merdeka

Kumpulan arsip yang tersimpan di ANRI secara garis besar dibagi menjadi beberapa priode yaitu peninggalan organisasi verenigde indische compagnie (VOC), organisasi pemerintah colonial hindia belanda dan organisasi pemerintah hindia belanda. Oleh karenanya, penantaan dan penyimpanan arsip senantiasa terkait dengan priode diatas terutama yang berhubungan dengan masalah prinsip provenance (asal-usul) dan prinsi of original ordel (Aturan asli). Sistem kearsipan pada masa VOC (1602-1799) yang priodenya sejalan denga masa state general di belanda dengan sendirinya menadapatkan pengaruh dari sistem penataan kearsipan yang berlaku di indonesia. Sistem penataan arsip ini disesuaikan dengan sitem kearsipan yang disebut resousi stelsel yang berdasarkan kelompok arsip seperti resolusi, missieven (surat-surat resmi), biljagen resolusi (lampiran), copy uitagaande stukkem (salinan surat keruar), inkomende stuke (surat-surat masuk), orders (surat perintah), dagregrister, rapporten (laporan), memorie van overgave advienze dan lain-lainya. Seri resulusi ini disusun secara kronologis terjadinya dengan dukungan lampiran indeks masalah.

Setelah kekuasaan VOC dibubar di hindia belanda, maka penguasan yang menggantikanya ialah belanda. Sejak saat itu kedudukan gubernur jenderal lebih kuat dan lebih penting daripada raad van indie, sehingga kebiasaan bermusyawarah untuk mengeluarkan resolusi atas segala aktifitas ditinggalkan. Segala kegiatan pemerintahan dalam pengambilan kebijaksanaan dan keputusan dilakukan oleh gubernur jenderal sendiri dengan didampingi oleh sebuah badan yang dikenal sebagai Algemeen Secratarie yang dipegang oleh dua orang dengan sebutan Algemeen Secratarie dan Gouverment Secretarie yang memanfaatkan sistem verbal. Akan tetapi penggunaan sistem verbal ini tidak langsung diterapkan dikarenakan kondisi kearsipan pada waktu itu belum mendapatkan perhatian yang serius setelah perubahaan pemerintahaan. sistem verbal sendiri merupakan suatu seri yang terdiri dari seri net-net surat-surat keluar secara tersendiri digabungkan dengan surat-surat yang saling berkaitan, setiap net surat keluar dituliskan pada lembaran ganda (dobble) dimana sitengahnta dimasukan surat-surat yang berkaitan dan setiap net diberi nomor-nomor verbal (nomer verbal ini bukan nomer surat) Sistem verbal ini mulai diberlakukan di hindia belanda di tahun 1880 hingga tahun 1924, instansi yang menerapkan sistem verbal ialah Departemen der burgerlijke openbare warker (Departemen Pekerjaan Umum), Departemen van verkeer en waterstaat (Departemen Perhubungan) Dan Algemeen Secratarie.

Seiring dengan berkembangnya masalah pemerintahan, politik, ekonomi, dan sosial masyarakat di hindia belanda. Sistem kearsipan berubah menjadi sistem kaulbach (1916) serupa dengan sistem agenda, sistem kaulbach sendiri merupakan sistem pengendalian surat atau arsip yang dilakukaan dengan menggunakan kartu dan pengaturanya dikelompokkan menurut klasifikasinya yang telah ditentukan pengelompokanya sejak awal. Sistem kaulbach yang dipakai di indonesia ialah sistem kaarsyteem hollandse sporwagen, sejak saat itu sistem kaulbach terus dipakai dalam rangka penyusunan dan penataan arsip di Hindia belanda. Departemen yang pertama kali menggunakan sistem kaulbach ialah departemen kehakiman, departemen keungan, departemen dalam negeri dan lain-lain.

Sistem kearsipan setelah indonesia merdeka

Setelah indonesia merdeka sistem kearsipan berjalan sesuai dengan yang berlaku sebelumnya, dikarenakan singkatnya masa pendudukan jepang di indonesia tidak meninggalkan sistem kearsipan apapun. Keadaan sistem kearsipan di indonesia pada masa kemerdekaan bertambah rumit dengan pengambil alihan seluruh perkantoran kearsipan oleh pegawain indonesia yang belum dibekali pemahaman administrasi yang mumpuni, selama lima tahun berdirinya Negara Republik indonesia tidak ada kesempatan untuk penataan arsip. Pasca pemulihan kemerdekaan, pemerintah memulai pembenahaan dan penataan sistem kearsipan yang pernah berjalan dimasa colonial dengan penggunaan sistem agenda dan sistem kaulbach. Akan tetapi, dikarenakan kurangnya pengetahun terhadap sistem agenda dan sistem kaulbach, arsip yang sudah tertata rapih sulit untuk ditemukaan kembali yang akhinya menyebabkan ANRI bekerja sama dengan lembaga administrasi negara (LAN) yang mencoba memperkenalkan sistem pola kearsipan pada tahun 1974.

Selama satu dasarwasa sistem pola baru diterapkan sebagai sistem kearsipan di indonesia, sistem ini sebenarnya mencoa mencampurkan sarana bantu yang digunakan dalam pengelolaan arsip yang dimulai dari penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, dan penyusutan. Pada langkah penciptaan diterapkan sarana kartu kendali sebagai pengendali surat masuk dan surat keluar. Dalam langkah peggunaan dan pemeliharaan dikenal yang namanya pola klasifikasi arsip sebagai panduan untuk menata berkas, kemudian pada langkah penyusutan menggunakan sarana bantu Jadwal Retensi Arsip (JRA). Artinya, sistem pola baru berupaya mengenalkan 3 instrumen dari masing-masing tahapan dikarenakan proses sosialisai yang gencar ketika penggunaan kartu kendali sebagai pengen dali sistem pola baru. Sehingga menyebabkan banyak orang atau instansi yang menamai sistem pola baru dengan nama sistem kartu kendali.

Sistem pola baru sangat relavan digunakan pada jamanya, dikarenakan sistem pemerintahaan pada masa itu bekum terlalu kompleks. Pada saat sistem pola baru ini dikenalkan computer juga belum banyak digunakan secara luas dalam administrasi perkantoran. Namun ketikan sistem pemerintahaan indonesia dan birokrasi pemerintahaan mulai kompleks sistem pola baru ini sudah tidak relavan lagi dengan jamannya, ditambah banyak administrasi perkantoran sudah banyak menggunakan computer. Hal inilah yang menjadi dasar sistem pola baru tidak lagi diperkenalkan dalam UU No. 43 Tahun 2009 tentang kearsipan. sistem lain juga berkembang pada masa setelah indonesia merdeka ialah sistem Tata Naskah (Takah) yang digunakan dilingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia (TNI dan POLRI), Tata Naskah merupakan sebuah kegiatan pengadministrasian dalam memelihara dan penyusutan data-data dari semua tulisan yang berkaitan dengan persoalan pokok secara kronologi dalam sebuah berkas. Tujuan Tata Naskah untuk menyusun dan mengendalikan surat dengan sistem satu pintu agar mudah ditemukaan kembali, dalam Takah perlu adanya proses klasifikasi terlebih dahulu dikarenakan tidak semua surat bisa menggunakan Sistema Takah

Sistem kearsipan menurut undang-undang

Dalam Undang-Undang Nomer 43 Tahun 2009 tentang kearsipan, pengelolaan arsip dinamis pada lembaga negara, pemerintah daerah, perguruan tinggi negeri (PTN), serta badan Usah Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) yang dilaksanakn dalam suatu sistem kearsipan nasional (SKN). Pengelolaan arsip dinamis dilakukan untuk menjamin ketersedian arsip dalam proses penyelenggaraan kegiatan sebagai bahan akuntabilitas kinerja dan alat bukti yang sah dengan berdasarkan suatu sistem yang memenuhi persyaratan. Pasal 40 ayat (4) menyebutkan, untuk mendukung pengelolaan arsip dinamis yang efektif dan efisien, pencipta arsip harus membuat tata naskah dinas, klasifikasi arsip, jadwal reternsi arsip (JRA), dan sistem klasifikasi keamana dan akses arsip.

Artikel ini merupakan bagian dari rangkaian seri #MemahamiStudiArsip

Related Post